Sultan Mehmed II atau juga dikenal sebagai
Muhammad Al-Fatih (
bahasa Turki Ottoman:
محمد ثانى Meḥmed-i sānī,
bahasa Turki:
II. Mehmet, juga dikenal sebagai
el-Fatih (
الفاتح), "sang Penakluk", dalam bahasa Turki Usmani, atau,
Fatih Sultan Mehmet dalam bahasa Turki;
30 Maret 1432 –
3 Mei 1481) merupakan seorang sultan
Turki Utsmani yang menaklukkan
Kekaisaran Romawi Timur.
Mempunyai kepakaran dalam bidang ketentaraan, sains, matematika dan
menguasai 6 bahasa saat berumur 21 tahun. Dari sudut pandang Islam, ia
dikenal sebagai seorang pemimpin yang hebat, pilih tanding, dan tawadhu'
setelah Sultan
Salahuddin Al-Ayyubi (pahlawan Islam dalam
perang Salib) dan Sultan Saifuddin Mahmud Al-Qutuz (pahlawan Islam dalam peperangan di 'Ain Al-Jalut melawan tentara
Mongol).
Kejayaannya dalam menaklukkan
Konstantinopel
menyebabkan banyak kawan dan lawan kagum dengan kepemimpinannya serta
taktik dan strategi peperangannya yang dikatakan mendahului pada
zamannya dan juga kaedah pemilihan tentaranya. Ia merupakan anak didik
Syekh Syamsuddin yang masih merupakan keturunan
Abu Bakar As-Siddiq.
Ia jugalah yang mengganti nama
Konstantinopel menjadi Islambol (Islam keseluruhannya). Kini nama tersebut telah diganti oleh
Mustafa Kemal Ataturk menjadi
Istanbul. Untuk memperingati jasanya, Masjid Al Fatih telah dibangun di sebelah makamnya.
Masa Awal Kekuasaan
Mehmed II lahir pada 30 Maret 1432 di Edirne, yang saat itu merupakan
Ibu Kota Utsmaniyah. Ia merupakan anak dari Sultan Murad II (1404-51)
dan Valide Sultan huma Hatun. Sultan Murad II memberikan fasilitas
pendidikan yang sangat tinggi dan mengirimkan banyak guru untuk mengajar
Mehmed II secara langsung.
Sesuai kebiasaan dalam Kekhalifahan Utsmaniyah kala itu, Mehmed II
dikirim untuk memimpin dan mencari pengalaman di sebuah kota bernama
Amasya saat ia berusia sebelas tahun. Tidak lama kemudian, tepatnya saat
Mehmed II berusia 12 tahun, ayahnya mengundurkan diri dari posisi
Sultan, dan mengangkat Mehmed II sebagai penggantinya. Pemikiran Sultan
Murad II sangat terpengaruh oleh pemikiran ulama-ulama Islam kala itu,
khususnya oleh pemikiran penasihat terdekatnya, Molla Gurani, serta Ak
Semseddin, yang di kemudian hari mendorongnya untuk menaklukkan kota
Konstantinopel.
Pada tahun pertama ia berkuasa, Mehmed II langsung diserang
kekaisaran Hungaria yang melanggar perjanjian gencatan senjata. Dengan
segera Mehmed II meminta ayahnya untuk kembali menjadi Sultan dan
memimpin pasukan. Namun ayahnya menolak karena telah memutuskan untuk
menjalani hidup tenang di Barat Daya Anatolia. Mehmed II yang marah
kemudian mengirimkan surat kepada ayahnya: "Bila ayah adalah Sultannya,
datanglah dan pimpinlah pasukan ayah. Bila aku adalah Sultannya, aku
memerintahkan ayah untuk datang dan memimpin pasukanku." Murad II
tergugah, datang membantu, dan memenangkan Pertempuran Varna pada tahun
1944.
Usaha Sultan dalam menaklukkan Konstantinopel
Istanbul atau yang dulu dikenal sebagai
Konstantinopel, adalah salah satu kota termasyhur dunia. Kota ini tercatat dalam tinta emas sejarah
Islam khususnya pada masa
Kesultanan Utsmaniyah, ketika meluaskan wilayah sekaligus melebarkan pengaruh Islam di banyak negara. Kota ini didirikan tahun 330 M oleh Maharaja
Bizantium yakni Constantine I. Kedudukannya yang strategis, membuatnya punya tempat istimewa ketika umat
Islam memulai pertumbuhan di masa
Kekaisaran Bizantium. Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi Wasallam juga telah beberapa kali memberikan kabar gembira tentang penguasaan kota ini ke tangan umat
Islam seperti dinyatakan oleh Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi Wasallam pada
perang Khandaq.
Para
khalifah dan pemimpin
Islam pun selalu berusaha menaklukkan
Konstantinopel. Usaha pertama dilancarkan tahun 44 H pada zaman Mu'awiyah bin Abi Sufyan
Radhiallahu 'Anhu. Akan tetapi, usaha itu gagal. Upaya yang sama juga dilakukan pada zaman
Khilafah Umayyah. Di zaman pemerintahan
Abbasiyyah,
beberapa usaha diteruskan tetapi masih menemui kegagalan termasuk pada
zaman Khalifah Harun al-Rasyid tahun 190 H. Setelah kejatuhan
Baghdad tahun 656 H, usaha menawan
Konstantinopel diteruskan oleh kerajaan-kerajaan kecil di
Asia Timur (
Anatolia) terutama Kerajaan
Seljuk.
Pemimpinnya, Alp Arselan (455-465 H/1063-1072 M) berhasil mengalahkan
Kaisar Roma, Dimonos (Romanus IV/Armanus), tahun 463 H/1070 M. Akibatnya
sebagian besar wilayah
Kekaisaran Roma takluk di bawah pengaruh
Islam Seljuk.
Awal kurun ke-8 Hijriyah, Daulah Utsmaniyah mengadakan kesepakatan bersama
Seljuk. Kerjasama ini memberi napas baru kepada usaha umat
Islam untuk menguasai
Konstantinopel.
Usaha pertama dibuat pada zaman Sultan Yildirim Bayazid saat dia
mengepung kota itu tahun 796 H/1393 M. Peluang yang ada telah digunakan
oleh Sultan Bayazid untuk memaksa
Kaisar Bizantium menyerahkan
Konstantinopel secara aman kepada umat
Islam. Akan tetapi, usahanya menemui kegagalan karena datangnya bantuan dari
Eropa dan serbuan bangsa
Mongol di bawah pimpinan
Timur Lenk.
Selepas
Daulah Utsmaniyyah mencapai perkembangan yang lebih maju dan terarah, semangat
jihad hidup kembali dengan napas baru. Hasrat dan kesungguhan itu telah mendorong Sultan
Murad II (824-863 H/1421-1451 M) untuk meneruskan usaha menaklukkan
Konstantinopel. Beberapa usaha berhasil dibuat untuk mengepung kota itu tetapi dalam masa yang sama terjadi pengkhianatan di pihak umat
Islam.
Kaisar Bizantium menabur benih fitnah dan mengucar-kacirkan barisan tentara
Islam. Usaha Sultan
Murad II tidak berhasil sampai pada zaman anak beliau, Sultan Muhammad Al-Fatih (Mehmed II), sultan ke-7
Daulah Utsmaniyyah.
Semenjak kecil, Sultan Muhammad Al-Fatih telah mencermati usaha ayahnya menaklukkan
Konstantinopel. Bahkan beliau mengkaji usaha-usaha yang pernah dibuat sepanjang sejarah
Islam ke arah itu, sehingga menimbulkan keinginan yang kuat baginya meneruskan cita-cita umat
Islam.
Ketika beliau naik tahta pada tahun 855 H/1451 M, dia telah mulai
berpikir dan menyusun strategi untuk menawan kota tersebut. Kekuatan
Sultan Muhammad Al-Fatih terletak pada ketinggian pribadinya. Sejak
kecil, dia dididik secara intensif oleh para 'ulama terulung pada
zamannya. Di zaman ayahnya, yaitu Sultan
Murad II, Asy-Syeikh Muhammad bin Isma'il Al-Kurani telah menjadi murabbi Amir Muhammad (Al-Fatih). Sultan
Murad II
telah mengirim beberapa orang 'ulama untuk mengajar anaknya sebelum
itu, tetapi tidak diterima oleh Amir Muhammad. Lalu, dia mengirim
Asy-Syeikh Al-Kurani dan memberikan izin kepadanya untuk memukul Amir
Muhammad jika membantah perintah gurunya.
Waktu bertemu Amir Muhammad dan menjelaskan tentang hak yang
diberikan oleh Sultan, Amir Muhammad tertawa. Dia lalu dipukul oleh
Asy-Syeikh Al-Kurani. Peristiwa ini sangat berkesan pada diri Amir
Muhammad, lantas setelah itu dia terus menghapal
Al-Qur'an
dalam waktu yang singkat. Di samping itu, Asy-Syeikh Ak Samsettin
(Syamsuddin) merupakan murabbi Sultan Muhammad Al-Fatih yang hakiki. Dia
mengajar Amir Muhammad ilmu-ilmu agama seperti
Al-Qur'an,
hadits,
fiqih, bahasa (
Arab,
Parsi dan
Turki),
matematika,
falak, sejarah, ilmu peperangan dan sebagainya.
Syeikh Ak Samsettin lantas meyakinkan Amir Muhammad bahwa dia adalah orang yang dimaksudkan oleh Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi Wasallam di dalam hadits pembukaan
Konstantinopel. Ketika naik tahta, Sultan Muhammad segera menemui Syeikh Semsettin untuk menyiapkan bala tentara untuk penaklukan
Konstantinopel.
Peperangan itu memakan waktu selama 54 hari. Persiapan pun dilakukan.
Sultan berhasil menghimpun sebanyak 250 ribu tentara. Para mujahid
lantas diberikan latihan intensif dan selalu diingatkan akan pesan
Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi Wasallam terkait pentingnya
Konstantinopel bagi kejayaan
Islam.
Setelah proses persiapan yang teliti, akhirnya pasukan Sultan Muhammad Al-Fatih tiba di kota
Konstantinopel
pada hari Kamis 26 Rabiul Awal 857 H atau 6 April 1453 M. Di hadapan
tentaranya, Sultan Al-Fatih lebih dahulu berkhutbah mengingatkan tentang
kelebihan jihad, kepentingan memuliakan niat dan harapan kemenangan di
hadapan Allah
Subhana Wa Ta'ala. Dia juga membacakan ayat-ayat
Al-Qur'an mengenainya serta hadis Nabi
Shallallahu 'Alaihi Wasallam tentang pembukaan kota
Konstantinopel.
Ini semua memberikan semangat yang tinggi pada bala tentara dan lantas
mereka menyambutnya dengan zikir, pujian dan doa kepada Allah
Subhana Wa Ta'ala.
Sultan Muhammad Al-Fatih pun melancarkan serangan besar-besaran ke benteng
Bizantium di sana. Takbir "
Allahu Akbar,
Allahu Akbar!" terus membahana di angkasa
Konstantinopel
seakan-akan meruntuhkan langit kota itu. Pada 27 Mei 1453, Sultan
Muhammad Al-Fatih bersama tentaranya berusaha keras membersihkan diri di
hadapan Allah
Subhana Wa Ta'ala. Mereka memperbanyak shalat,
doa, dan dzikir. Hingga tepat jam 1 pagi hari Selasa 20 Jumadil Awal 857
H atau bertepatan dengan tanggal 29 Mei 1453 M, serangan utama
dilancarkan. Para mujahidin diperintahkan supaya meninggikan suara
takbir kalimah
tauhid sambil menyerang kota. Tentara Utsmaniyyah akhirnya berhasil menembus kota
Konstantinopel melalui Pintu
Edirne dan mereka mengibarkan bendera
Daulah Utsmaniyyah
di puncak kota. Kesungguhan dan semangat juang yang tinggi di kalangan
tentara Al-Fatih, akhirnya berjaya mengantarkan cita-cita mereka.
Setelah penaklukan
Konstantinopel,
Mehmed II mengalihkan perhatiannya kepada Anatolia. Mehmed II berusaha
untuk membuat suatu kekuatan politik di Anatolia dengan menaklukkan
negara Turki bernama Beyliks dan Kekaisaran Trebizond yang berbudaya
Yunani. Untuk itu, ia telah beraliansi dengan Kerajaan Krimea.
Sebelumnya Anatolia sudah disatukan oleh
Bayezid I 50 tahun sebelum apa yang dilakukan oleh Mehmed II. Akan tetapi, pada pertempuran
Ankara, Anatolia kembali terpecah belah. Penaklukan Anatolia atas
Kesultanan Utsmaniyah membuat kesultanan ini menjadi semakin menekan Eropa.
Kutipan-Kutipan Muhammad Al Fatih
- "Konstantinopel akan ditaklukkan oleh tentara Islam. Rajanya adalah
sebaik-baik raja dan tentaranya adalah sebaik-baik tentara" (Nabi
Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam)
- "Abdullah bin Amru bin Al-Ash berkata, "bahwa ketika kami duduk di
sekeliling Rasulullah SAW untuk menulis, tiba-tiba beliau ditanya
tentang kota manakah yang akan futuh (jaya) terlebih dahulu,
Konstantinopel atau Roma. Rasulullah SAW menjawab, "Kota Heraklius
terlebih dahulu (Konstantinopel)" (Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi
Wasallam)
- "Aku mendengar baginda Rasulullah SAW mengatakan seorang lelaki
soleh akan dikuburkan di bawah tembok tersebut dan aku juga ingin
mendengar derapan tapak kaki kuda yang membawa sebaik-baik raja yang
mana dia akan memimpin sebaik-baik tentara seperti yang telah
diisyaratkan oleh baginda" (Abu Ayyub al-Anshari ra. kepada panglima Bani Umayyah)